Enzim yang Dihilangkan dalam Industri Pangan : “Enzim
polifenol oksidase penyebab browning pada buah dan sayur”
Bahan pangan
sayur dan buah dapat mudah mengalami pencoklatan jika bahan pangan tersebut
terkelupas atau dipotong. Pencoklatan (browning) merupakan proses
pembentukan pigmen berwarna kuning yang akan segera berubah menjadi coklat
gelap (Rahmawati 2008). Pembentukan warna coklat ini dipicu oleh reaksi
oksidasi yang dikatalisis oleh enzim fenol oksidase atau polifenol oksidase.
Kedua enzim ini dapat mengkatalis oksidasi senyawa fenol menjadi quinon dan
kemudian dipolimerasi menjadi pigmen melaniadin yang berwarna coklat (Mardiah
1996). Bahan pangan tertentu, seperti pada sayur dan buah, senyawa fenol dan
kelompok enzim oksidase tersebut tersedia secara alami. Oleh karena itu
pencoklatan yang terjadi disebut juga reaksi pencoklatan enzimatis.
Enzim
polifenol oksidase memiliki kode Enzym Commision (EC) 1.14.18.1,
nama trivial monophenol monooxygenase dan nama IUPAC monophenol, L-dopa:oxygen
oxidoreductase. Selain itu, enzim ini juga memiliki nama lain, yaitu
tyrosinase, phenolase, monophenol oxidase, cresolase, catechol oxidase,
polyphenolase, pyrocatechol oxidase, dopa oxidase, chlorogenic oxidase,
catecholase, monophenolase, o-diphenol oxidase, chlorogenic acid
oxidase, diphenol oxidase, o-diphenolase, tyrosine-dopa oxidase, o-diphenol:oxygen
oxidoreductase, polyaromatic oxidase, monophenol monooxidase, o-diphenol
oxidoreductase, monophenol dihydroxyphenylalanine:oxygen oxidoreductase, N-acetyl-6-hydroxytryptophan
oxidase, monophenol, dihydroxy-L-phenylalanine oxygen oxidoreductase, o-diphenol:O2
oxidoreductase, dan phenol oxidase (NC-IUBMB 2010). Enzim polifenol oksidase
dihasilkan dari reaksi antara L-tyrosine, L-dopa, dan O2 menjadi
L-dopa, dopaquinone, dan H2O.
Pencoklatan
enzimatis dapat terjadi karena adanya jaringan tanaman yang terluka, misalnya
pemotongan, penyikatan, dan perlakuan lain yang dapat mengakibatkan kerusakan
integritas jaringan tanaman (Cheng & Crisosto 1995). Adanya kerusakan
jaringan seringkali mengakibatkan enzim kontak dengan substrat. Enzim yang
bertanggung jawab dalam reaksi pencoklatan enzimatis adalah oksidase yang
disebut fenolase, fenoloksidase, tirosinase, polifenolase, atau katekolase.
Dalam tanaman, enzim ini lebih sering dikenal dengan polifenol oksidase (PPO).
Substrat untuk PPO dalam tanaman biasanya asam amino tirosin dan komponen
polifenolik seperti katekin, asam kafeat, pirokatekol/katekol dan asam
klorogenat . Tirosin yang merupakan monofenol, pertama kali dihidroksilasi
menjadi 3,4-dihidroksifenilalanin dan kemudian dioksidasi menjadi quinon yang
akan membentuk warna coklat.
Pencoklatan
enzimatis dalam pangan biasanya dianggap merugikan karena menurunkan penerimaan
sensori pangan oleh masyarakat walaupun pencoklatan enzimatis tidak terlalu
mempengaruhi rasa dari bahan pangan tersebut. Reaksi pencoklatan enzimatis
membutuhkan tiga komponen, yaitu polifenolase aktif, oksigen dan subtrat yang
cocok. Penghilangan salah satu di antara komponen tersebut akan melindungi
terjadinya reaksi pencoklatan enzimatis. Selain itu, senyawa pereduksi mampu
mengubah o-quinon kembali kepada komponen fenolik sehingga mengurangi
pencoklatan. Berdasarkan hal tersebut di atas, terdapat beberapa metode untuk
mengontrol pencoklatan enzimatis dalam pangan yaitu (Padmadisastra et al.
2003):
1.
Pengurangan oksigen (O2) atau
penggunaan antioksidan, misalnya vitamin C ataupun senyawa sulfit. Antioksidan
dapat mencegah oksidasi komponen-komponen fenolat menjadi quinon berwarna
gelap. Sulfit dapat menghambat enzim fenolase pada konsentrasi satu ppm secara
langsung atau mereduksi hasil oksidasi quinon menjadi bentuk fenolat
sebelumnya, sedangkan penggunaan vitamin C dapat mereduksi kembali quinon
berwarna hasil oksidasi (o-quinon) menjadi senyawa fenolat (o-difenol) tak
berwarna. Asam askorbat selanjutnya dioksidasi menjadi asam dehidroaskorbat.
Ketika vitamin C habis, komponen berwarna akan terbentuk sebagai hasil reaksi
polimerisasi dan menjadi produk antara yang irreversibel. Jadi produk berwama
hanya akan terjadi jika vitamin C yang ada habis dioksidasi dan quinon
terpolimerisasi.
2.
Mengkontrol reaksi browning enzimatis dengan menambahkan enzim
mometiltransferase sebagai penginduksi.
3.
Mengurangi komponen-komponen yang bereaksi browning
melalui deaktivasi enzim fenolase yang mengandung komponen Cu (suatu
kofaktor esensial yang terikat pada enzim PPO). Chelating agent EDTA
atau garamnya dapat digunakan untuk melepaskan komponen Cu dari enzim sehingga
enzim menjadi inaktif.
4.
Pemanasan untuk menginaktivasi enzim-enzim. Enzim umumnya bereaksi
optimum pada
suhu 30-40 ºC. Pada suhu 45 ºC enzim mulai terdenaturasi dan pada
suhu 60 ºC mengalami dekomposisi.
5.
Pengkondisian keasaman, misalnya dengan
penambahan asam sitrat. Pada pf 1 dibawah lima, enzim-enzim fenolase dihambat
aktivitasnya
Adanya bahan
pangan yang telah mengalami pengontrolan pencoklatan enzimatis dapat
terminimalisir dari pembentukan warna coklat yang berlebihan dan terjadi secara
cepat pada bahan pangan yang mengalami kerusakan jaringan. Hal ini dapat
berdampak pada penerimaan sensori dan cita rasa bahan pangan tersebut, baik di
kalangan industri maupun masyarakat.
Referensi
Cheng GW,
Crisosto CG. 2005. Browning potential, phenolic composition, and polyphenoloxidase
activity of buffer extracts of peach and nectarine skin tissue. J. Amer.
Soc. Horts. Sct. 120 (5):835-838.
Mardiah E.
1996. Penentuan aktivitas dan inhibisi enzim polifenol oksidase dari apel
(Pyrus malus Linn.). Jurnal Kimia Andalas 2: 2.
Padmadisastra
Y, Sidik, Ajizah S. 2003. Formulasi sediaan cair gel Lidah Buaya (Aloe vera Linn.)
sebagai minuman kesehatan. Bandung: Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran
Rahmawati F.
2008. Pengaruh vitamin C
0 komentar:
Posting Komentar