This is default featured slide 1 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.
This is default featured slide 2 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.
This is default featured slide 3 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.
This is default featured slide 4 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.
This is default featured slide 5 title
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.
Rabu, 15 Februari 2012
Enzim yang Dihilangkan dalam Industri Pangan
17.39
No comments
Enzim yang Dihilangkan dalam Industri Pangan : “Enzim
polifenol oksidase penyebab browning pada buah dan sayur”
Bahan pangan
sayur dan buah dapat mudah mengalami pencoklatan jika bahan pangan tersebut
terkelupas atau dipotong. Pencoklatan (browning) merupakan proses
pembentukan pigmen berwarna kuning yang akan segera berubah menjadi coklat
gelap (Rahmawati 2008). Pembentukan warna coklat ini dipicu oleh reaksi
oksidasi yang dikatalisis oleh enzim fenol oksidase atau polifenol oksidase.
Kedua enzim ini dapat mengkatalis oksidasi senyawa fenol menjadi quinon dan
kemudian dipolimerasi menjadi pigmen melaniadin yang berwarna coklat (Mardiah
1996). Bahan pangan tertentu, seperti pada sayur dan buah, senyawa fenol dan
kelompok enzim oksidase tersebut tersedia secara alami. Oleh karena itu
pencoklatan yang terjadi disebut juga reaksi pencoklatan enzimatis.
Enzim
polifenol oksidase memiliki kode Enzym Commision (EC) 1.14.18.1,
nama trivial monophenol monooxygenase dan nama IUPAC monophenol, L-dopa:oxygen
oxidoreductase. Selain itu, enzim ini juga memiliki nama lain, yaitu
tyrosinase, phenolase, monophenol oxidase, cresolase, catechol oxidase,
polyphenolase, pyrocatechol oxidase, dopa oxidase, chlorogenic oxidase,
catecholase, monophenolase, o-diphenol oxidase, chlorogenic acid
oxidase, diphenol oxidase, o-diphenolase, tyrosine-dopa oxidase, o-diphenol:oxygen
oxidoreductase, polyaromatic oxidase, monophenol monooxidase, o-diphenol
oxidoreductase, monophenol dihydroxyphenylalanine:oxygen oxidoreductase, N-acetyl-6-hydroxytryptophan
oxidase, monophenol, dihydroxy-L-phenylalanine oxygen oxidoreductase, o-diphenol:O2
oxidoreductase, dan phenol oxidase (NC-IUBMB 2010). Enzim polifenol oksidase
dihasilkan dari reaksi antara L-tyrosine, L-dopa, dan O2 menjadi
L-dopa, dopaquinone, dan H2O.
Pencoklatan
enzimatis dapat terjadi karena adanya jaringan tanaman yang terluka, misalnya
pemotongan, penyikatan, dan perlakuan lain yang dapat mengakibatkan kerusakan
integritas jaringan tanaman (Cheng & Crisosto 1995). Adanya kerusakan
jaringan seringkali mengakibatkan enzim kontak dengan substrat. Enzim yang
bertanggung jawab dalam reaksi pencoklatan enzimatis adalah oksidase yang
disebut fenolase, fenoloksidase, tirosinase, polifenolase, atau katekolase.
Dalam tanaman, enzim ini lebih sering dikenal dengan polifenol oksidase (PPO).
Substrat untuk PPO dalam tanaman biasanya asam amino tirosin dan komponen
polifenolik seperti katekin, asam kafeat, pirokatekol/katekol dan asam
klorogenat . Tirosin yang merupakan monofenol, pertama kali dihidroksilasi
menjadi 3,4-dihidroksifenilalanin dan kemudian dioksidasi menjadi quinon yang
akan membentuk warna coklat.
Pencoklatan
enzimatis dalam pangan biasanya dianggap merugikan karena menurunkan penerimaan
sensori pangan oleh masyarakat walaupun pencoklatan enzimatis tidak terlalu
mempengaruhi rasa dari bahan pangan tersebut. Reaksi pencoklatan enzimatis
membutuhkan tiga komponen, yaitu polifenolase aktif, oksigen dan subtrat yang
cocok. Penghilangan salah satu di antara komponen tersebut akan melindungi
terjadinya reaksi pencoklatan enzimatis. Selain itu, senyawa pereduksi mampu
mengubah o-quinon kembali kepada komponen fenolik sehingga mengurangi
pencoklatan. Berdasarkan hal tersebut di atas, terdapat beberapa metode untuk
mengontrol pencoklatan enzimatis dalam pangan yaitu (Padmadisastra et al.
2003):
1.
Pengurangan oksigen (O2) atau
penggunaan antioksidan, misalnya vitamin C ataupun senyawa sulfit. Antioksidan
dapat mencegah oksidasi komponen-komponen fenolat menjadi quinon berwarna
gelap. Sulfit dapat menghambat enzim fenolase pada konsentrasi satu ppm secara
langsung atau mereduksi hasil oksidasi quinon menjadi bentuk fenolat
sebelumnya, sedangkan penggunaan vitamin C dapat mereduksi kembali quinon
berwarna hasil oksidasi (o-quinon) menjadi senyawa fenolat (o-difenol) tak
berwarna. Asam askorbat selanjutnya dioksidasi menjadi asam dehidroaskorbat.
Ketika vitamin C habis, komponen berwarna akan terbentuk sebagai hasil reaksi
polimerisasi dan menjadi produk antara yang irreversibel. Jadi produk berwama
hanya akan terjadi jika vitamin C yang ada habis dioksidasi dan quinon
terpolimerisasi.
2.
Mengkontrol reaksi browning enzimatis dengan menambahkan enzim
mometiltransferase sebagai penginduksi.
3.
Mengurangi komponen-komponen yang bereaksi browning
melalui deaktivasi enzim fenolase yang mengandung komponen Cu (suatu
kofaktor esensial yang terikat pada enzim PPO). Chelating agent EDTA
atau garamnya dapat digunakan untuk melepaskan komponen Cu dari enzim sehingga
enzim menjadi inaktif.
4.
Pemanasan untuk menginaktivasi enzim-enzim. Enzim umumnya bereaksi
optimum pada
suhu 30-40 ºC. Pada suhu 45 ºC enzim mulai terdenaturasi dan pada
suhu 60 ºC mengalami dekomposisi.
5.
Pengkondisian keasaman, misalnya dengan
penambahan asam sitrat. Pada pf 1 dibawah lima, enzim-enzim fenolase dihambat
aktivitasnya
Adanya bahan
pangan yang telah mengalami pengontrolan pencoklatan enzimatis dapat
terminimalisir dari pembentukan warna coklat yang berlebihan dan terjadi secara
cepat pada bahan pangan yang mengalami kerusakan jaringan. Hal ini dapat
berdampak pada penerimaan sensori dan cita rasa bahan pangan tersebut, baik di
kalangan industri maupun masyarakat.
Referensi
Cheng GW,
Crisosto CG. 2005. Browning potential, phenolic composition, and polyphenoloxidase
activity of buffer extracts of peach and nectarine skin tissue. J. Amer.
Soc. Horts. Sct. 120 (5):835-838.
Mardiah E.
1996. Penentuan aktivitas dan inhibisi enzim polifenol oksidase dari apel
(Pyrus malus Linn.). Jurnal Kimia Andalas 2: 2.
Padmadisastra
Y, Sidik, Ajizah S. 2003. Formulasi sediaan cair gel Lidah Buaya (Aloe vera Linn.)
sebagai minuman kesehatan. Bandung: Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran
Rahmawati F.
2008. Pengaruh vitamin C
Laporan Praktikum MENGGUNAKAN MIKROBA DALAM PEMBUATAN DONAT
17.37
No comments
MENERAPKAN DASAR
PENGOLAHAN DAN PENGAWETAN
BAHAN HASIL
PERTANIAN
(MENGGUNAKAN
MIKROBA DALAM PEMBUATAN DONAT)
Nama : Bob Prima Pujakusuma
Kelas : X
T.P 2
PENDAHULUAN
Pembuatan donat merupakan salah satu proses pengolahan
dengan memanfaatkan mikroba yaitu jenis khamir Saccharomyces cereviceae yang sering dikenal ragi roti. Saccharomyces cerviceae digunakan
sebagai bahan pengembang pada pembuatan donat atau jenis rerotian lainnya
karena dapat menghasilkan enzim yang dapat merombak gula menjadi alkohol dan gas
CO2. Adanya gas CO2 yang terbentuk selama proses fermentasi mengakibatkan
adonan donat mengembang, hal ini juga bisa terjadi karena tepung yang diadoni
sifatnya elastis sehingga dapat mengurung gas CO2 yang terbentuk selama proses
fermentasi.
Tingkat pengembangan adonan sangat dipengaruhi oleh
kekalisan adonan donat dan aktifitas rasi dalam adonan.
Donat (doughnuts atau donut) adalah penganan
yang digoreng, dibuat dari adonan tepung terigu, kuning telur, ragi roti, gula
putih, mentega, air, dan garam. Donat yang paling umum adalah donat berbentuk cincin
dengan lubang di tengah dan donat berbentuk bundar dengan isi yang rasanya
manis, seperti berbagai jenis selai, krim, jelly dan custard.
Doughnuts
atau olykoeks
pertama kali disebut-sebut dalam buku History of New York oleh Washington
Irving di tahun 1809.
Donat dalam ejaan tradisional bahasa
Inggris disebut doughnut, sedangkan orang Amerika biasa
menulis donat sebagai donut atau doughnut. Istilah donut
pertama kali digunakan di dalam artikel surat kabar Los Angeles Times 10 Agustus,
1929. Penulis bernama
Bailey Millard dengan berkelakar menulis kalimat "can't swallow the
'wel-dun donut' nor the ever so 'gud bred'," sebagai keluhan atas
kemampuan mengeja di kalangan orang Amerika yang semakin menurun.
Penggunaan dua cara penulisan, donut atau doughnut
ditemukan dalam serangkaian artikel surat kabar The New York Times tentang "National Donut
Week" yang meliput World's Fair tahun 1939. Dalam 4 artikel yang dimulai
tanggal 9 Oktober
1939, ejaan
"donut" muncul 2 kali.
Dunkin' Donuts yang didirikan tahun 1940 dengan nama Open
Kettle di Quincy, Massachusetts, Amerika
Serikat merupakan perusahaan tertua yang menulis donat sebagai
"donut", walaupun sebenarnya perusahaan Mayflower Donut Corporation
yang didirikan setelah Perang Dunia II merupakan perusahaan pertama
yang menulis donat sebagai "donut".
Asal-usul donat
Asal-usul donat sering menjadi sumber perdebatan. Salah
satu teori mengatakan donat dibawa ke Amerika Utara
oleh imigran
dari Belanda
yang juga memopulerkan hidangan penutup lain, seperti: kue kering,
pai krim (cream pie)
dan pai buah (cobbler).
Cerita lain mengatakan donat berbentuk cincin diciptakan
kapten kapal asal Denmark
bernama Hanson Gregory. Sang kapten sering harus menyetir kapal dengan kedua
belah tangan karena kapal sering dilanda badai. Kue gorengan yang dimakan
ketika sedang menyetir ditusukkan ke roda kemudi kapal,
sehingga kue menjadi bolong. Kebetulan bagian tengah kue juga sering belum
matang, sehingga donat sengaja dibuat berlubang di tengah agar permukaan donat
yang terkena minyak bertambah dan donat cepat matang.
Sejarah donat di Indonesia
Di tahun 1968, stan American Donut di Djakarta
Fair (sekarang disebut Pekan Raya Jakarta) merupakan perintis donat
yang digoreng dengan mesin otomatis. Sejak itu, American Donut memiliki tradisi
tahunan membuka stan di Pekan Raya Jakarta hingga sekarang.
Di tahun 1985, Dunkin’Donuts membuka gerai pertama di
Jalan Hayam Wuruk, Jakarta Pusat yang terus berkembang menjadi
lebih dari 200 gerai di berbagai kota di Indonesia. Yang kemudian diikuti
dengan donat-donat waralaba asing lainnya seperti Master Ring, Master Donut, dan
Mister Donut.
Demam donat dibangkitkan kembali oleh J.CO Donuts
& Coffee yang membuka gerai pertamanya di Super Mall Karawaci pada
tanggal 26 Juni
2005. Keberhasilan J.CO
diikuti Krispy Kreme
yang membuka gerai donatnya yang pertama di Mal Pondok
Indah 2 pada tanggal 31 Agustus
2006. J.CO sebagai merek
lokal didirikan oleh Johnny Andrean seorang
penata rambut terkemuka di Indonesia.
Donat produksi industri kecil biasanya dijajakan
berkeliling menggunakan sepeda atau sepeda motor. Di dalam bus, pedagang
asongan menjual donat kemasan kotak dengan cara unik. Donat dalam kemasan
dibagi-bagikan ke pangkuan penumpang untuk kemudian dikumpulkan kembali kalau
penumpang tidak berminat.
Donat jenis ini disebut juga sebagai donat kampung
untuk membedakannya dengan donat-donat yang dijual di mal dan restoran
TUJUAN
1.
Siswa
dapat menentukan jumlah ragi dan bahan lainnya yang dibutuhkan dalam fermentasi
2.
Siswa
dapat menentukan suhu dan waktu dalam proses fermentasi
3.
Siswa
terampil dalam melakukan fermentasi pada pembuatan donat
ALAT
DAN BAHAN
Alat:
1.
Mixer
2.
Loyang
3.
Sendok
4.
Gelas
5.
Timbangan
6.
Kuas
7.
Kompor
8.
Wajan
9.
Nyiru
10. Baskom
11. Jug/literan 1000 ml
Bahan:
1.
Tepung
terigu biasa 100 gram
2.
Tepung
terigu cakra 150 gram
3.
Kuning
telur 1 butir
4.
Bakerin
plus (IF) 2 gram
5.
Ragi
roti 5
gram
6.
Gula
putih 40
gram
7.
Mentega 30 gram
8.
Garam 2,5 gram
9.
Air
es 125
ml
10. Minyak goreng secukupnya
PROSEDUR
KERJA
1.
Siapkan
alat dan bahan yang akan digunakan dalam pembuatan donat
2.
Timbang
masing-masing bahan
3.
Campurkan
secara kering tepung terigu biasa, tepung terigu cakra, bakerin plus (IF), ragi
roti, dan gula putih
4.
Aduk
dengan mixer hingga merata
5.
Tambahkan
air, kuning telur, mentega, dan garam
6.
Aduk
dengan mixer dengan kecepatan tinggi hingga adonan menjadi kalis
7.
Lalu
timbang adonan
8.
Fermentasikan
adonan selama 10 menit
9.
Lalu
bentuk adonan dan fermentasikan kembali selama 35 menit
10. Goreng adonan hingga masak (warna kekuning-kuningan)
DATA
PENGAMATAN
1) Berat
terigu awal 250
gram
2) Berat
adonan keseluruhan 500
gram
3) Berat
adonan per satuan 30
gram
4) Tinggi
donat awal sebelum digoreng 1,5 cm
5) Lebar
donat awal sebelum digoreng 5
cm
6) Tinggi
donat akhir sebelum digoreng 3
cm
7) Lebar
donat akhir sebelum digoreng 7
cm
8) Daya
kembang donat selama 35
menit
Lebar = 1,4 kali
Tinggi = 2 kali
9) Warna
donat sebelum digoreng putih
kekuning-kuningan
10) Warna
donat sesudah digoreng kuning
kecoklatan
11) Tekstur
donat setelah digoreng lembut
dan empuk
12) Rasa
donat setelah digoreng gurih dan manis (diberi mesis)
PEMBAHASAN
1)
Menyiapkan
alat
Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa alat dan bahan
yang diperlukan sudah siap dan tidak ada alat ataupun bahan yang terlupa.
2)
Penimbangangan
bahan
Tujuannya adalah agar bahan-bahan yang digunakan sesuai
dengan ukuran yang akan diperlukan.
3)
Pencampuran
bahan secara kering
Campurkan tepung terigu biasa, tepung terigu cakra,
bakerin plus (IF), ragi roti, dan gula putih secara kering dalam baskom.
Pencampuran secara kering ini dilakukan agar waktu pengadukan dengan
menggunakan mixer, bahan-bahan lebih mudah tercampur.
4)
Pengadukan
dengan mixer
Mixer bahan-bahan yang telah dicampurkan secara kering
tadi agar bahan-bahan tercampur secara lebih merata.
5)
Penambahan
air, kuning telur, mentega dan garam
Pada saat adonan kering dimixer, tambahkan air sedikit
demi sedikit kedalam adonan. Lalu tambahkan kuning telur, mentega dan garam.
6)
Pengadukan
dengan mixer dengan kecepatan tinggi
Setelah semua bahan dimasukkan kedalam baskom, aduk
dengan menggunakan mixer dengan kecepatan tinggi. Pada saat pengadukan,
usahakan mixer tidak terangkat dari adonan agar adonan yang dihasilkan tercampur
merata. Aduk hingga adonan menjadi kalis.
7)
Penimbangan
adonan
Penimbangan adonan dilakukan untuk mengetahui berat
adonan keseluruhan yang telah tercampur merata.
8)
Fermentasi
pertama
Fermentasi pertama dilakukan selama 10 menit. Fermentasi
ini dilakukan agar adonan mengembang.
9)
Pembentukan
adonan
Setelah adonan difermentasi selama 10 menit, bentuklah
adonan menjadi seperti cincin atau bentuk lain sesuai dengan keinginan dengan berat
masing-masing 30 gram.
10) Fermentasi kedua
Setelah adonan selesai dibentuk, fermentasikan kembali
adonan selama 35 menit agar adonan yang telah dibentuk mengembang dengan
maksimal.
11) Penggorengan
Goreng adonan sampai masak. Ciri-ciri adonan yang telah
masak adalah warnanya menjadi coklat.
12) Pengukuran setelah dibentuk dan setelah difermentasi
kedua
Pengukuran dilakukan untuk mengetahui daya kembang donat selama
35 menit.
13) Hasil
Donat yang telah jadi berwarna kuning kecoklatan,
teksturnya lembut dan empuk, serta rasanya gurih dan manis (diberi mesis). Hal
ini dikarenakan bahan yang digunakan sesuai dengan ukuran yang diperlukan.
KESIMPULAN
1.
Ragi
roti (Saccharomyces cereviceae) dapat
membuat adonan mengembang.
2.
Fermentasi
dilakukan selama 45 menit agar adonan mengembang dengan maksimal.
3.
Fermentasi
dalam pembuatan donat akan maksimal apabila menggunakan alat, bahan, prosedur
yang tepat, baik, dan benar.
Langganan:
Postingan (Atom)